Sabtu, 28 Juli 2012

Biografi Ibnu Majah


Biografi Ibnu majah
Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang
kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai
pengetahuan luas dan banyak menghafal hadits.

Nama Lengkap, Kelahiran dan Wafatnya

Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang
kitab As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama beliau
adalah dengan huruf "ha" yang dibaca sukun; inilah pendapat yang sahih yang
dipakai oleh mayoritas ulama, bukan dengan "ta" (majat) sebagaimana pendapat
sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar kakeknya,
seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah
wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52.

Imam Ibn Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22
Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan
pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta
putranya, Abdullah.

Pengembaraannya

Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan
pengetahuan, teristimewa mengenai hadits dan periwayatannya. Untuk mencapai
usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadits, ia telah melakukan lawatan dan
berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah,
Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru
hadits kepada ulama-ulama hadits. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan
al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada
masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.

Aktivitas Periwayatannya

Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin
Abdullah bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar,
Bisyr bin Adan dan ulama-ulama besar lain.

Sedangkan hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul
Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad
dan ulama-ulama lainnya.

Penghargaan Para Ulama Kepadanya

Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang kepercayaan
yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi
pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal
hadits."

Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadits besarm
mufasir, pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadits kenamaan negerinya.

Ibn Kasir, seorang ahli hadits dan kritikus hadits berkata dalam Bidayah-nya:
"Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyur.
Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan
pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadits dan usul dan
furu'."

Karya-karyanya Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:

1.. Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab
Hadits yang Pokok).
2.. Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti
diterangkan Ibn Kasir.
3.. Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.

Sekilas Tentang Sunan Ibn Majah

Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yang masih
beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal.

Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri
dari 32 kitab, 1.500 bab. Sedang jumlah haditsnya sebanyak 4.000 buah hadits.

Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara baik
dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti
sunnah Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadits-hadits yang
menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamalkannya.

Kedudukan Sunan Ibn Majah di antara Kitab-kitab Hadits

Sebagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok "Kitab Hadits
Pokok" mengingat derajat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadits yang
lima.

Sebagian ulama yang lain menetapkan, bahwa kitab-kitab hadits yang pokok ada
enam kitab (Al-Kutubus Sittah/Enam Kitab Hadits Pokok), yaitu:

1.. Sahih Bukhari, karya Imam Bukhari.
2.. Sahih Muslim, karya Imam Muslim.
3.. Sunan Abu Dawud, karya Imam Abu Dawud.
4.. Sunan Nasa'i, karya Imam Nasa'i.
5.. Sunan Tirmizi, karya Imam Tirmizi.
6.. Sunan Ibn Majah, karya Imam Ibn majah.
Ulama pertama yang memandang Sunan Ibn Majah sebagai kitab keenam adalah
al-Hafiz Abul-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat pada 507 H) dalam
kitabnya Atraful Kutubus Sittah dan dalam risalahnya Syurutul 'A'immatis Sittah.

Pendapat itu kemudian diikuti oleh al-Hafiz 'Abdul Gani bin al-Wahid al-Maqdisi
(wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma' ar-Rijal. Selanjutnya pendapat
mereka ini diikuti pula oleh sebagian besar ulama yang kemudian.

Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab keenam,
tetapi tidak mengkategorikan kitab AlMuwatta' karya Imam Malik sebagai kitab
keenam, padahal kitab ini lebih sahih daripada Sunan Ibn Majah, hal ini
mengingat bahwa Sunan Ibn Majah banyak zawa'idnya (tambahannya) atas Kutubul
Khamsah. Berbeda dengan Al-Muwatta', yang hadits-hadits itu kecuali sedikit
sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.

Di antara para ulama ada yang menjadikan Al-Muwatta' susunan Imam Malik ini
sebagai salah satu Usulus Sittah (Enam Kitab Pokok), bukan Sunan Ibn Majah.
Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin
al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil
Jam'i Bainas-Sihah. Pendapat ini diikuti oleh Abus Sa'adat Majduddin Ibnul Asir
al-Jazairi asy-Syafi'i (wafat 606 H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi'i (wafat
944 H) dalam kitabnya Taysirul Wusul.

Nilai Hadits-hadits Sunan Ibn Majah

Sunan Ibn Majah memuat hadits-hadits sahih, hasan, dan da'if (lemah), bahkan
hadits-hadits munkar dan maudu' meskipun dalam jumlah sedikit.

Martabat Sunan Ibn Majah ini berada di bawah martabat Kutubul Khamsah (Lima
Kitab Pokok). Hal ini karena kitab sunan ini yang paling banyaknya hadits-hadits
da'if di dalamnya.

Oleh karena itu tidak seyogyanya kita menjadikan hadits-hadits yang dinilai
lemah atau palsu dalam Sunan Ibn Majah ini sebagai dalil. Kecuali setelah
mengkaji dan meneliti terlebih dahulu mengenai keadaan hadits-hadits tersebut.
Bila ternyata hadits dimaksud itu sahih atau hasan, maka ia boleh dijadikan
pegangan. Jika tidak demikian adanya, maka hadits tersebut tidak boleh dijadikan
dalil.

Sulasiyyat Ibn Majah

Ibn Majah telah meriwayatkan beberapa buah hadits dengan sanad tinggi (sedikit
sanadnya), sehingga antara dia dengan Nabi SAW hanya terdapat tiga perawi.
Hadits semacam inilah yang dikenal dengan sebutan Sulasiyyat.

Sumber: Kitab Hadis Sahih yang Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah

Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.

Sabtu, 23 Juni 2012

tidak semua perkara yang baru itu bid'ah

Apabila ada orang yang mengharamkan sesuatu dengan berdalih bahwa hal itu tidak pemah dilakukan Rasulullah SAW, maka sebenamya dia mendakwa sesuatu yang tidak ada dasar hukumnya. Oleh karena itu, dakwaannya tidak dapat diterima.

Demikian Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari dalam “Itqanush Shunnah fi Tahqiqi Ma’nal-Bid’ah”. Lebih lanjut beliau mengatakan: ”Sangat bisa dipahami bahwa Nabi Muhammad SAW tidak melakukan semua perbuatan mubah, dan bahkan perbuatan sunnah, karena kesibukannya dalam mengurus tugas-tugas besar yang telah memakan sebagian besar waktunya.

Tugas berat Nabi antara lain menyampaikan dakwah, melawan dan mendebat kaum musyrikin serta para ahli kitab, berjihad untuk menjaga cikal bakal Islam, mengadakan berbagai perdamaian, menjaga keamanan negeri, menegakkan hukum Allah, membebaskan para tawanan perang dari kaum muslimin, mengirimkan delegasi untuk menarik zakat dan mengajarkan ajaran Islam ke berbagai daerah dan lain sebagainya yang dibutuhkan saat itu utnuk mendirikan sebuah negara Islam.

Oleh karena itu, Rasulullah hanya menerangkan hal-hal pokok saja dan sengaja meninggalkan sebagian perkara sunah lantaran takut memberatkan dan menyulitkan umatnya (ketika ingin mengikuti semua yang pernah dilakukan Rasulullah) jika beliau kerjakan.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW menganggap cukup dengan menyampaikan nash-nash Al-Qur’an yang bersifat umum dan mencakup semua jenis perbuatan yang ada di dalamnya sejak Islam lahir hingga hari kiamat. Misalnya ayat-ayat berikut:

وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللّهُ

“Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.” (Al-Baqarah [2]: 197)

مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat dari amal itu.” (QS. Al-An’am [6]: 160)

وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj [22]: 77)

وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْناً

“Dan barang siapa yang mengerjakan kebaikan, maka akan Kami tambahkan baginya kebaikan atas kebaikan itu.” (QS. Asy-Syura [42]: 23)

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ

“Siapa yang mengerjakan kebaikan walau seberat biji sawi, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7)

Banyak juga hadis-hadis senada. Maka siapa yang menganggap perbuatan baik sebagai perbuatan bid’ah tercela, sebenamya dia telah keliru dan secara tidak langsung bersikap sok berani di hadapan Allah dan Rasulnya dengan mencela apa yangtelah dipuji.

Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah

Dari karyanya “Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah” yang diterjemahkan oleh PP Lakpesdam NU dengan tajuk “Kenapa Takut Bid’ah?”

Wallahu a’lam.